Search This Blog

Pengertian Makna Denotatif, Makna Konotatif, dan Contohnya

Pengertian Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif adalah makna sebenarnya atau makna yang memang sesuai dengan pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Kata makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Arti kata makan tersebut adalah makna denotatif. Makna denotatif disebut juga makna umum.

Makna konotatif ialah bukan makna sebenarnya. Dengan kata lain, makna kias atau makna tambahan. Contoh kata putih bisa bermakna suci atau tulus tapi juga dapat bermakna menyerah atau polos.

Penggunaan kata bermakna konotatif juga berkaitan dengan nilai rasa, baik nilai rasa rendah maupun tinggi. Contoh kata gerombolan dan kumpulan secara denotatif bermakna sama, yaitu kelompok manusia.

Dua pasang kata tersebut meskipun bermakna denotasi sama, namun secara konotasi mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata gerombolan mempunyai nilai rasa yang rendah, sedangkan kata kumpulan bernilai rasa tinggi.  

Jadi, kata gerombolan memiliki nilai rasa yang lebih rendah bahkan berkonotasi negatif dari kata kumpulan. Hal ini terbukti pada frasa gerombolan pengacau bukan kumpulan pengacau. Masih banyak kata yang secara denotatif memiliki kesamaan arti, namun konotasinya berbeda nilai rasa.

Beberapa kata bahkan dapat dikonotasikan secara negatif, misalnya kata kebijaksanaan. Kata ini menurut arti yang sebenarnya adalah kelakuan atau tindakan arif dalam menghadapi suatu masalah. Tapi banyak penggunaan kata kebijaksanaan yang menyeleweng dari arti sebenarnya.

Kata kebijaksanaan dikonotasikan dengan permintaan agar urusan dapat lancar. Hal yang sama terjadi juga pada pemakaian kata pengertian. Dalam kalimat “Pembagian kompor gas ini memang tidak dipungut bayaran, tapi kami mohon pengertiannya,” kata pengertian memiliki makna lain yaitu, minta imbalan walau sedikit dan sebagainya.

Konotasi juga dapat memberikan nilai rasa halus dan kasar. Untuk sekelompok masyarakat pemakai bahasa tertentu, sebuah atau beberapa kata dapat bernilai rasa kasar, tapi pada kelompok masyarakat lainnya dirasakan biasa saja atau wajar saja, misalnya kata laki-bini untuk kalangan masyarakat Melayu dianggap biasa, namun untuk kalangan masyarakat intelek dianggap kasar.

Kata-kata berkonotasi halus disebut juga dengan istilah ameliorasi dan yang berkonotasi kasar disebut peyorasi. Kata-kata bernilai rasa halus biasa digunakan pada pemakaian bahasa dalam situasi resmi, sebaliknya kata-kata bernilai rasa kasar biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam suasana nonformal.

Pada prosa fiksi khususnya cerpen atau novel populer, sering terdapat bentuk-bentuk percakapan sehari-hari atau bahasa gaul. Dalam sastra populer, pengarang lebih bebas menggunakan kata-kata yang dianggapnya sesuai dengan karakter tokoh.

Dalam bercerita pun, penulis populer lebih cenderung menyajikan bahasa yang segar dan komunikatif sesuai dengan peminat cerpen atau novel yang kebanyakan dari kalangan remaja. Hal itu juga untuk membangun latar atau suasana yang memang sesuai dengan tema-tema populer yang dipilihnya seperti tema tentang cinta, pergaulan remaja, atau permasalahan di sekolah.

Pada novel atau cerpen sastra, penggunaan bahasa lebih selektif. Dalam prosa sastra atau sastra klasik, bahasa termasuk menjadi faktor penentu kualitas pengarang dan karyanya yang masih menekankan unsur estetika.

Bahasa yang dipergunakan akan menjadi ciri khas tersendiri dari pengarangnya dalam mengolah cerita. Penggunaan bahasa nonformal biasanya terdapat pada tema-tema tertentu yang memang mengusung latar budaya yang sesuai atau untuk percakapan tokoh yang memang memiliki karakter bicara seperti itu.


Contoh cerpen populer:

“Siang, sepulang sekolah, Olga dan Wina nongkrong di fastfood PI Mall. Olga sibuk membaca formulir penda..aran jadi penyiar di TV Swasta. Sedang Wina menemani sambil matanya jelalatan ngeceng cowok-cowok lewat.

Suasana PI Mall siang itu cukup ramai. Ya, pusat pertokoan memang selalu ramai. Ramai oleh remaja. Yang kerjanya cuma window shopping. Ngelihat-lihat barang mewah tanpa punya duit buat beli. Mungkin karena memang sudah kehabisan hiburan yang kreatif. Ya, habis mau ngapain lagi? Ada tanah kosong sedikit, langsung dibikin plaza.

Kayaknya rakyat Indonesia itu makmur banget. Senang buang-buang duit. Buktinya pusat belanja ada di mana-mana. Sampai ke daerah terpencil. Padahal kalo diliat-liat, yang bisa beli orangnya yang itu-itu juga. Anak remaja lainnya sih cuma numpang ngase (ngase lho, bukan ngaso! Maksudnya numpang ngademin di-AC).” 

Contoh penggalan novel sastra nonpopuler:

"Kabar untuk Sofi"

Betul kau bilang, Sofi. Kata orang puisi adalah nurani. Demikianlah panyair-penyair di Negeri Bayang sepertimu akan disertai oleh para orang bernurani setiap mereka akan mati.

Katamu, akan ada penyair yang saat kematiannya, orang tua dan anak muda yang berhati nurani pun akan menangis dan rela menjadi pelayatnya walau sebelumnya tak pernah mengenal biografi si penyair.

Katamu, mereka akan mengantarkan jenazah si penggubah kata hingga ke lubang makam. Kau bilang suara doa, untaian puisi, lagu kerakyatan, akan terdengar saat tanah digali dan bunga-bunga akan segera menyusul. Bunga mawar dan bunga doa untuk kaummu, Sofie terkasih.

Puisi adalah nurani, bisikmu. Demikianlah, kau yakin kata-kata akan menyusup ke telinga para penghuni kota yang menangis dan tersisih. Yang tertidur akan bangkit, karena tergugah oleh kata-kata perlawanan dari beberapa untai syair.

Tapi engkau tahu. Betapa syair belum bisa menusuk kuping-kuping para penjaga pintu peradilan dan para pengawal gedung parlemen.

Betapa pasal-pasal di kitab undang-undang negeri Bayang saja telah disulap menjadi untaian kata-kata tak bermakna yang orang-orang akan mudah terjebak oleh para pembuat undang-undangnya.
.........................
(Dikutip dari cerpen Sihar Ramses Simatupang, Kompas, 28 Oktober 2007)

Pada puisi, penggunaan kata bermakna denotasi dan konotasi harus melalui penelaahan pada isi puisi keseluruhan. Diksi atau kata yang dipilih oleh penyair tidak berdiri sendiri. Sebuah kata dapat mengandung banyak makna karena prinsip kepadatan serta unsur ekspresi pada puisi.

Penyair dapat saja mengungkapkan wanita yang dikasihinya dengan ungkapan bernilai rasa kasar seperti sebutan betina, tapi tidak berarti kekasihnya wanita nakal, malahan sebaliknya karena intensitas kemesraannya. Untuk puisi semua dapat sah-sah saja bergantung pada kemauan dan maksud penulisnya. 

Contoh penggalan puisi:

PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
............................................................................
Oleh: Toto Sudarto Bachtiar

Puisi di atas menggunakan kata berkonotasi halus seperti, terbaring, lubang peluru bundar di dadanya, dan senyum beku yang berarti mati, tertembak dan penuh ikhlas.

Jadi, pemakaian kata-kata berkonotasi halus mencerminkan sikap hormat penyairnya terhadap pahlawan yang ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya untuk membela tanah air.

Bandingkan dengan puisi berikut:

TAK SEPADAN

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak, dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros.
....................................................
................................
Melayang ingatan ke biniku
Lautan yang belum terduga
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu
...................................

Perhatikan penggalan puisi Chairuil Anwar: Yang pertama menggunakan kata-kata berkonotasi kasar seperti: kawin dan beranak. Dan pada puisi kedua terdapat pemakaian kata bini.

Penggunaan bahasa sehari-hari banyak terdapat pada puisi Mbeling (sebuah aliran puisi modern yang dimotori oleh Remy Silado). 

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pengertian Makna Denotatif, Makna Konotatif, dan Contohnya"

Post a Comment